Minggu, 22 Juni 2014

Siapkah Indonesia Masuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (ekonomi pasar bebas 2015)


Medan - Calon presiden yang terpilih nantinya diharapkan dapat membuat keputusan strategis untuk menunda Indonesia masuk dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang menerapkan ekonomi pasar bebas 2015.

Pakar Hubungan Internasional Universitas Sumatera Utara (USU) Rosmeri Sabri di Medan, Minggu, mengatakan, penundaan itu sangat penting karena Indonesia belum siap mengikuti Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang menerapkan persaingan ekonomi yang sangat keras.

"Indonesia belum siap. Dari sisi mana kita siap. Atas nama pasar bebas, kita akan menjadi `makanan` mereka," katanya.

Menurut Rosmeri, dari aspek keterampilan (skill), Indonesia jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan sumber daya manusia yang dimiliki Singapura, Malaysia, dan Thailand. Kondisi itu dapat dilihat dari data statistik tentang sebaran tenaga kerja Indonesia yang masih didominasi tamatan SD dan SMP.

"Sedangkan negara lain sudah S-1. Jadi, dari aspek skill, negara lain lebih menguasai," katanya.

Indonesia juga dinilai masih tertinggal dengan persediaan modal untuk mengeksplorasi berbagai sumber daya alam yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Dengan modal yang besar, tenaga ahli, dan penguasaan teknologi yang dimiliki, negara ASEAN seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia akan leluasa mengeksplorasi berbagai sumber daya alam Indonesia.

Karena itu, pemerintah Indonesia harus menunda pemberlakuan MEA tersebut sambil mempersiapkan diri agar tidak menjadi "makanan empuk" bagi negara lain.

Untuk tetap menjaga kebanggaan sebagai negara yang berdaulat, Indonesia yang memiliki banyak sumber daya alam dapat mencari tenaga terampil dan modal dari pasar internasional.

"Banyak kok ahli-ahli eksplorasi, kita bayar mereka. Kita yang mengelola sendiri, tetapi tenaganya kita gaji dari aspek profesionalitas," katanya.

Kebijakan tersebut diperkirakan memang mahal dari segi pendanaan. "Namun jauh lebih mahal jika mengorbankan sumber daya alam. Itu berkah dari Tuhan, Tidak bisa tergantikan dengan apapun," ujar Rosmeri.

Ia menjelaskan, kerja sama ekonomi yang dibangun harus dapat menjamin kepentingan nasional agar proses yang dijalani memberikan manfaat bagi kemajuan bangsa. Jika kepentingan nasional tidak terjamin, maka kerja sama ekonomi yang dibangun menjadi sia-sia.

Indonesia dinilai Rosmeri perlu meniru sikap tegas yang ditunjukkan Tiongkok yang konsisten tidak mau memasuki pasar bebas internasional karena merasa belum siap. "Ketika lemah, Tiongkok tidak mau masuk pasar bebas," kata Rosmeri.

Ia menambahkan, Indonesia tidak perlu takut dikucilkan atau mendapatkan sanksi jika menunda untuk ikut MEA. Alasannya karena keikutsertaan dalam kerja sama ekonomi tersebut tidak bersifat mutlak.

"Tidak ada mekanisme hukum internasional yang bisa menggiring kita kalau tidak mau ikut. Kedaulatan itu hanya di batas negara, tidak ada kedaulatan di atas negara," katanya.

0 komentar:

Posting Komentar