Senin, 15 September 2014

Ada Potensi Politik Uang di Pilkada tak Langsung


Jalur - Permasalahan Pilkada tak langsung yang diusung koalisis merah putih dengan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Pusat Pelaporan, Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). mengisyaratkan ada ketakutan usulan tersebut akan ditolak atau ada semacam kesepakatan antara mereka untuk melakukan penggelembungan dana anggaran agar dapat mencapai tujuan kekuatan yang diharapkan.

Mengapa ada keterlibatan KPK maupun PPATK mensinyalir besarnya potensi politik uang.

"Menurut saya mereka sebenarnya mengakui bahwa pilkada melalui DPRD tidak akan mengurangi potensi korupsi. Mereka mencoba menyiasatinya melalui pelibatan KPK," kata Direktur Monitoring, Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri, kepada SP, di Jakarta, Senin (15/9).

Mekanisme pilkada sejauh ini masih menjadi perdebatan. Hanya tiga fraksi yang merupakan pendukung Jusuf Kalla (JK) menghendaki pilkada langsung dipertahankan.

Berbagai argumen dari parpol-parpol yang meyakini gubernur, bupati, dan wali kota baiknya dipilih melalui DPRD telah banyak dimunculkan. Antara lain untuk efisiensi anggaran dan menekan politik uang. Bahkan, PAN dan PKS menyebut pemilihan melalui DPRD bakal dikawal KPK maupun PPATK.

Menurut Ronald, seluruh alasan yang digunakan untuk meniadakan mekanisme pemilihan langsung tidak relevan. Apalagi jika mengaitkannya dengan penegak hukum.

Dia menilai, keterlibatan aparat penegak hukum baik KPK, Polri, serta Kejaksaan dalam rangka pengawasan kegiatan pemilu maupun pilkada memang diharuskan. Jika memang KPK dipaksakan ikut memantau hal itu dianggap percuma mengingat parpol belum komitmen terkait transparansi pendanaan.

"Padahal melibatkan KPK tanpa ada komitmen serius perbaikan tentang pendanaan parpol dan kampanye serta rekrutmen kader parpol tidak akan berdampak apapun. Malah potensi korupsi tidak mengecil dan KPK akhirnya terbebani," kata Ronald.

Direktur Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan, ngototnya koalisi merah putih mengubah mekanisme pelaksanaan pilkada dari yang tadinya langsung menjadi tidak langsung hanya upaya untuk membuka ruang negosiasi dengan Jokowi-JK selaku presiden-wakil presiden terpilih.

"Koalisi merah putih galau karena kalah pada pilpres. Mereka juga galau, terutama Golkar, PAN, PPP, dan Demokrat karena mereka ingin menjadi bagian dari pemerintahan tapi Jokowi-JK tidak memberikan konsesi yang jelas," katanya.

Dengan begitu dirinya meyakini, usulan pelaksanaan pilkada melalui DPRD merupakan upaya menaikan posisi tawar parpol-parpol yang tergabung dalam koalisi merah putih.

"Memang kalau dihitung di atas kertas, kemungkinan koalisi untuk menguasai pilkada melalui DPRD sangat besar, kalau mereka solid. Mereka solid saat ini karena Jokowi-JK tak kunjung mampu memberikan konsesi politik yang jelas," katanya.
sumber:bs

0 komentar:

Posting Komentar