Minggu, 20 Juli 2014
Kisruh UU MD3
Jakarta - Pakar hukum tata negara Universitas Islam Sultan Agung Semarang Dr Rahmat Bowo menilai Undang-Undang MD3 yang baru merupakan kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Benar kalau mundur, tepatnya karena UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang baru mensyaratkan pemeriksaan anggota DPR harus mendapatkan izin Majelis Kehormatan Dewan (MKD)," katanya di Semarang, Sabtu.
Menurut dia, mekanisme izin semacam itu untuk memeriksa pejabat negara bakal mempersulit langkah penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Ia menjelaskan mekanisme izin semacam itu sebelumnya ada dalam UU Nomor 32/2004 bahwa untuk memeriksa kepala daerah harus mendapat izin presiden, tetapi akhirnya mekanisme itu dihapus Mahkamah Konstitusi.
"Izin semacam itu kan pernah ada dalam Pasal 36 UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tetapi akhirnya dihapus MK. Sekarang dikembalikan lagi, bedanya izin dialihkan untuk anggota DPR," katanya.
Pengajar Fakultas Hukum Unissula itu mengungkapkan semestinya pemeriksaan pejabat publik, terutama untuk tindak pidana korupsi tidak perlu melalui persetujuan semacam itu karena akan kontraproduktif.
"Di tengah gencar-gencarnya upaya pemberantasan korupsi, kok malah ada mekanisme izin untuk memeriksa anggota DPR. Rakyat sepatutnya bertanya karena tidak sejalan semangat pemberantasan korupsi," katanya.
Dengan adanya UU MD3 yang baru disahkan pada 8 Juli lalu yang mengembalikan mekanisme izin pemeriksaan pejabat seperti itu, kata dia, rakyat patut menduga kalau kalangan elitenya memang "bermasalah".
"Kalau tidak `bermasalah`, kenapa mau diperiksa harus izin MKD? Kalau untuk permasalahan selain korupsi bolehlah, tetapi kalau soal tipikor tidak perlu. Bagaimana kalau tidak diizinkan?," katanya.
Ia mengatakan sudah semestinya banyak yang tidak sependapat dan mengajukan "judicial review" atas UU MD3 ke MK, sebab korupsi adalah kejahatan luar biasa yang pemberantasannya tak bisa dilakukan dengan cara biasa.
"Semakin banyak elemen masyarakat yang mengajukan `judicial review` atas UU MD3 akan lebih baik. Memang substansi gugatannya sama, tetapi setidaknya bisa menciptakan legitimasi sosial," kata Rahmat.
Categories: Hukum
Related Posts:
Sri Mulyani dipaksa harus membahas nasib Bank Century Jakarta - Mantan Menteri Keuangan sekaligus Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan, Sri Mulyani, mengaku menyesal mengambil keputusan menyelamatkan Bank Century. Sebab, waktu yang diberikan sangat mepet buat membahas dan m… Read More
FBI Kejar Pedofilia James Vahey di 10 Negara Termasuk Indonesia JAKARTA - Federal Bureau of Investigation (FBI) kini sedang mencari korban pedofilia dari seorang guru asal Amerika Serikat yang menjadi buronan bernama William James Vahey. FBI bergerak ke sepuluh negara tempat dimana Jame… Read More
Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Pendidikan Jakarta - Untuk diketahui, setidaknya ada dua kasus kekerasan yang menghebohkan dunia pendidikan kita. Pertama kasus kekerasan seksual terhadap dua murid TK Jakarta international school (JIS). Dua orang siswa TK… Read More
Mantan Kepala BIN Diperiksa KPK Terkait Pencucian Uang Anas Jakarta - Setelah memeriksa mantan Wakil Kepala Badan Intelejen Nasional (BIN) As`ad Said Ali, kali ini giliran mantan Kepala BIN Hendropriyono.Hendro bakal diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan tind… Read More
Jaksa KPK Lemah Tidak Mampu Menunjukan Niat Korupsi Terdakwa Budi Mulya "Bailout" CenturyJakarta - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menilai, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal membuktikan adanya niat korupsi dalam pengucuran dana talangan (bailout) Bank Century. S… Read More
0 komentar:
Posting Komentar