Jumat, 02 Mei 2014

Bakal Cawapres Untuk Jokowi

Stok Cawapres asal Militer Buat Jokowi
Jakarta-Memilih cawapres yang berlatar belakang militer untuk disandingkan dengan Joko Widodo (Jokowi), tampaknya merupakan sebuah isu sensitif dan krusial bagi PDI-Perjuangan.

Inilah antara lain yang menjadi salah satu alasan mengapa nama Ryamizard Ryacudu, mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) mengemuka belakangan ini. Tapi selain Ryamizard, juga muncul nama Letjen Purn Luhut Binsar Panjaitan, mantan Dubes RI di Singapura dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan di era Presiden Abdurrahman Wahid.

Tidak sulit menebak apa yang melatar belakangi cara berpikir PDIP sehingga merasa perlu mencari sosok berlatar belakang militer, pendamping Joko Widodo.

Selain pameo tua menyebut militer masih merupakan faktor penentu dalam percaturan politik di Indonesia, menghadapi capres Gerindra, Prabowo Subianto, mantan Pangkostrad dan Danjen Kopassus, PDIP harus punya 'taji' yang kuat dan tajam. Sosok Ryamizard maupun Luhut Panjaitan diyakini bisa mengimbangi Prabowo Subianto, pendiri Partai Gerindra.

Keyakinan tersebut didasarkan pada latar belakang ataupun karakter yang dimiliki oleh ketiga figur. Ryamizard selain mantan KSAD, ayah mertuanya Try Sutrisno merupakan bekas Wakil Presiden dan Panglima ABRI. Keterkaitan Try Sutrisno yang juga pernah menjadi ajudan Presiden Soeharto, termasuk elemen kuat bagi Ryamizard sebagai menantu.

Bicara soal ketegasan dan keberanian, Ryamizard yang juga pernah menjadi Pangkostrad, memiliki sikap yang tak bisa dikatakan kalah pamor dengan Prabowo.

Tak beda banyak dengan Luhut Panjaitan. Luhut yang lebih senior dari Prabowo di Kopassus, diyakini tak akan merasa kecil nyalinya bila berhadap-hadapan dengan Prabowo. Bahkan dalam masa perang urat syaraf' menjelang Pemilu Legislatif 2014, Luhut secara blak-blakan memancing atau menyindir Prabowo.

"Masa negara yang begini besar harus dipimpin orang yang bermasalah," ujar Luhut yang juga salah seorang fungsionaris DPP Partai Golkar menyindir Prabowo. Pendiri Gerindra ini pun, tak bereaksi reaktif. Sama seperti menghadapi tudingan Wiranto, mantan Pangab bahwa Prabowo dipecat dari kesatuan TNI karena keterlibatannya dalam kasus penculikan aktifis.

Tapi kalau PDIP, khususnya Megawati Soekarnoputri, mau menoleh ke sejarah perjalanan partainya, sepatutnya bukan hanya dua jenderal purnawirawan itu yang dipertimbangkan.

Megawati perlu juga melihat potensi dua jenderal lebih senior, AM Hendropriyono atau Agum Gumelar. Sebab, Ryamizard dan Luhut Panjaitan, belum punya rekam jejak yang secara terang-terangan membela PDIP apalagi Megawati.

Sementara itu, Hendro dan Agum Gumelar, selain lebih senior dari Prabowo Subianto, mereka juga tercatat sebagai elite militer yang berjasa dalam karir politik Megawati Soekarnoputri.

Tak perlu diuraikan secara panjang lebar apa peranan Hendropriyono dan Agum Gumelar di era 1990-an, saat Megawati baru berstatus anggota DPR-RI. Sebab, pihak yang paling tahu jasa kedua tokoh ini, justru Megawati Soekarnoputri sendiri.

Yang pasti, tanpa peran patriotik dari Hendropriyono dan Agum Gumelar, perjalanan politik Megawati Soekarnoputri tidak akan pernah berujung sampai ke Istana, Merdeka Utara di 2001. Megawati mungkin hanya bernasib seperti semua saudara-saudaranya dari trah Soekarno : Rachmawati, Sukmawati, Guntur dan Guruh.

Hendro dan Agum menjadi faktor penting dalam kehidupan politik Megawati, sebab sebagai jenderal di era Orde Baru mereka membela politisi yang dimusuhi Orde Baru. Pembelaan Hendro dan Agum tergolong sangat berani. Keduanya secara terbuka memproteksi putri almarhum Bung Karno tersebut.

Salah satu rekaman peristiwa dari pembelaan mereka soal apa yang disebut pertemuan atau Kongres Kemang. Pertemuan Megawati dengan sejumlah kader PDI di Jakarta Selatan dalam rangka konsolidasi di awal 1990-an itu, hanya mungkin terselenggara karena jaminan Hendropriyono. Saat itu Hendro menjabat Panglima Kodam V/Jakarta.

Padahal di era itu Hendropriyono dikenal sebagai tentara loyalis Soeharto. Berduet dengan Hendropriyono, Agum yang saat itu menjadi salah seorang pejabat teras di BIA (Badan Intelejens ABRI), juga merupakan perpanjangan tangan dari 'agen rahasia' Orde Baru yang sudah punya BAKIN (Badan Koordinasi Intelejen Nasional).

Tanpa proteksi Hendropriyono dan Agum Gumelar, Megawati sangat mungkin dicederai oleh agen-agen tertentu yang tidak menghendaki Megawati muncul sebagai pemimpin politik alternatif di era Orde Baru.

Sebelum "Pertemuan Kemang", Megawati sebetulnya akan melakukan konsolidasi di salah satu villa di Puncak, Bogor , Jawa Barat. Tapi atas saran Hendro dan Agum, pertemuan dipindahkan ke Kemang, Jakarta.

Jasa kedua petinggi militer senior itu, baru dibalas Megawati saat menjabat sebagai Presiden RI periode 2001-2004. Hendropriyono selaku Kepala BIN (Badan Intelejen Negara) dan Agum Gumelar sebagai Menteri Perhubungan.

Kini keduanya sudah lebih banyak aktif di belakang layar. Namun peranan dan pengaruh keduanya terutama di kalangan jenderal senior, masih dirasakan cukup kuat. Hendro misalnya sempat bersuara miring terhadap Presiden SBY, manakala SBY mempersoalkan penyadapan oleh intel-intel Australia. "Penyadapan itu biasa. Kami (BIN) juga melakukan hal yang sama,” ujar Hendro kepada Sydney Morning Herald, media Australia yang cukup berpengaruh.

Hampir sama dengan Hendro, Agum Gumelar sebagai Ketua Umum Pepabri, satu-satunya jenderal senior yang berani menyerang Prabowo. "Dia tidak pantas menjadi calon presiden," kata Agum blak-blakan tentang Prabowo sekalipun mengakui Prabowo memiliki ide dan gagasan brilian.

Hendro saat ini menjadi salah seorang komisaris di grup perusahaan milik Chaerul Tanjung (Trans TV, Trans 7 dan Bank Mega serta Carrefour). Sementara Agum Gumelar lebih banyak aktif di kegiatan sosial. Ia misalnya menjadi salah seorang mediator dalam konflik kepengurusan PSSI. Isteri Agum, Linda Gumelar, menjabat Menteri Pemberdayaan Perempuan pada Kabinet Indonesia Bersatu periode II.

Posisi terakhir yang mereka duduki saat ini, tetap menunjukkan, Hendro dan Agum punya portofolio yang masih cukup kuat. Dan "aset" ini tentu saja akan menjadi bahan kalkulasi Prabowo Subianto ataupun jenderal-jenderal senior lainnya yang berkiprah di Pemilu 2014.