Minggu, 27 April 2014

KPK-Ditjen Pajak Petakan Potensi Gratifikasi Perpajakan


JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan telah memetakan potensi gratifikasi di lingkungan Ditjen Pajak.

Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, pembenahan sistem pengawasan di Ditjen Pajak perlu dilakukan mengingat pentingnya sektor pajak bagi penerimaan negara.

Bahkan, sebagian besar penerimaan negara, atau sekitar 74 persen dari total penerimaan negara berasal dari sektor pajak. Selain itu, kata Bambang, Ditjen pajak selama enam tahun terakhir berhasil meningkatkan pendapat negara dari sektor pajak lebih dari dua kali lipat.

"Misalnya tahun 2008, data APBN P itu masih Rp 658,7 triliun, 2014 itu meningkat lebih dari dua kali lipat, 1.280 lebih," kata Bambang.

Namun kata Bambang, peningkatan pendapatan pajak ini tidak didukung dengan penambahan jumlah pegawai pajak. Selain itu, masih ada celah yang memungkinkan terjadinya tindak pidana korupsi di lingkungan pegawai pajak.

"Contohnya misalnya begini, kalau mau melakukan pemeriksaan maupun pengujian itu biasanya pemeriksa pajak kan bertemu dengan wajib pajak, dalam pertemuan itu biasanya pemeriksa menyampaikan surat pemberitahuan pajak, pertemuan seperti ini harus ada mekanisme kontrolnya atau ada potensi gratifikasi di situ," kata Bambang.

Mengingat sejumlah masalah di sektor pajak tersebut, KPK dan Ditjen Pajak mencoba bekerjasama dalam membentuk sistem kontrol yang diharapkan dapat meminimalisir potensi gratifikasi tersebut.

"Kenapa ini perlu dilakukan, karena kalau sampai terjadi kasus, maka damage (kerusakan) terhadap Ditjen Pajak akan jauh lebih besar, ketimbang kalau kami mengelola seluruh proses. Kalau ingin memberantas korupsi itu strateginya harus holistik, enggak bisa penindakan saja tetapi diintegrasikan dengan pencegahan," imbuhnya.