Jumat, 01 Agustus 2014

Bank Indonesia memesan uang ke negera terdekat


Jakarta : Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) mengatakan tidak punya kemampuan untuk mencetak uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu pada 1999. Sebab, Peruri tak mempunyai kapasitas teknis yang memadai.

Kala itu, Bank Indonesia (BI) selaku pemegang kekuasaan memesan pencetakan uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu dari Australia, dengan alasan tidak ada fasilitas di dalam negeri terutama untuk bahan baku uang berupa plastik (polimer).

"Saya bicara sesuai dengan dokumen Peruri bukan sebagai saksi mata karena saya baru menjabat sebagai Dirut dua tahu lalu. Memang saat 1999 kami (Peruri) tidak mempunyai kemampuan untuk dapat mencetak uang dan kedua kapasitas teknis kami juga tidak mampu," ujarnya Direktur Utama Peruri, Prasetio saat dihubungi di Jakarta, Kamis (31/7/2014).

Menurut dia, 1999 kebutuhan uang beredar meningkat signifikan. Bank Indonesia diharuskan menambah kebutuhan uang. Karena Peruri tidak mempunyai kemampuan yang memadai, maka Bank Indonesia memesan uang ke negera terdekat.

"Ini orderan reguler Bank Indonesia, karena saat itu tahun 1999 ke 2000 masuknya era milenium jadi kebutuhan uang sangat banyak, maka BI memesan ke Australia karena dinilai paling dekat dengan Indonesia," jelas dia.

Meski begitu, kata dia, Peruri tidak mengabaikan kualitas uang cetakan Australia tersebut. Pihaknya tetap mengawasi apakah uang tersebut memang layak edar di Tanah Air."Kami tetap mengawasinya meski cetakan dari Australia," ungkapnya.

Sebelumnya, Situs WikiLeaks, kembali membocorkan kasus percetakan uang di Australia melibatkan para petinggi beberapa negara. Mereka termasuk yang sebutkan adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarno Putri.

Dalam pemberitaan 2010, Bank Indonesia menyatakan terpaksa mengorder pencetakan uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu dari Australia, dengan alasan tidak ada fasilitas di dalam negeri terutama untuk bahan plastik (polimer).

Pencetakan uang pecahan menggunakan bahan polimer hanya berlangsung beberapa tahun. Setelah itu balik lagi pencetakan uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu menggunakan bahan kertas.

Harian The Age Australia pernah melansir berita terkait, korespondensi perwakilan perusahaan Reserve Bank of Australia (RBA) atau otoritas pencetak uang australia atau bank sentral Australia di Jakarta. Dalam pemberitaannya, ada dugaan suap pada pejabat Bank Indonesia dari pejabat Securency International.

Pejabat BI, dalam pemberitaan tersebut, diduga meminta sejumlah uang suap itu sebagai komitmen kesepakatan dengan pejabat BI untuk memenangkan kontrak pencetakan 500 juta lembar pecahan Rp 100 ribu.
sumber:rri

0 komentar:

Posting Komentar