Selasa, 02 April 2013

Pengibaran Bendera GAM Dikhawatirkan Berpotensi Perpecahan


Jakarta - Peneliti sekaligus penulis buku 'Aceh Merdeka dalam Perdebatan' Otto Syamsudin Ishak menilai, pengibaran bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) hanya memproyeksikan golongan atau kelompok tertentu, tidak mewakili keseluruhan mayoritas penduduk Serambi Mekkah.

Menurut Otto yang saat ini menjabat menjadi komisioner Komnas HAM, bila menilik Undang-undang yang menaungi Aceh sebagai daerah istimewa, penggunaan atribut seperti bendera memang dilegalkan.

"Secara porsedur itu sah-sah saja, karena itu pun bagian dari demokrasi," kata Otto, Selasa (2/4/2013).

Namun, atribut tersebut dikhawatirkan ke depannya menimbulkan pro-kontra di dalam Aceh itu sendiri. Karena, atribut bendera yang menjadi kebesaran kelompok GAM saat masih dirundung konflik bersenjata, hanya mewakili aspirasi dari kelompok Patai Aceh (PA).

"Yang dikhawatirkan adalah potensi perpecahan," kata pemilik nama lain Otto Nur Abdullah.

Penggunaan atribut bendera bergambar bulan sabit-bintang dan dominasi warna merah itu sendiri, Otto melanjutkan, adalah merupakan sebuah perjuangan gerakan Aceh merdeka setelah bertransformasi dari konflik bersenjata ke kontestasi politik.

"Perjuangan yang lalu saat ini diperjuangakan dalam konteks ke-Indonesiaan," jelasnya.

Pemerintah Provinsi Aceh mensahkan penggunaan bendera GAM menjadi bendera Provinsi Aceh melalui qanun Nomor 3 tahun 2013 tentang bendera dan lambang Aceh. Kini, bendera tersebut berkibar di setiap instansi pemerintahan di seluruh provinsi Aceh.

Penggunaan bendera tersebut sudah dilakukan sejak 25 Maret 2013. Pengesahan dilakukan langsung oleh Gubernur Aceh Zaini Abdullah saat menandatangi Qanun tersebut pada 25 Maret 2013.

0 komentar:

Posting Komentar