Selasa, 25 Agustus 2015

Hukum Berat Mafia Pangan

Jalur - Sebagai upaya pemerintah dalam mengatasi kisruh pangan yang terjadi di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengeluarkan Maklumat Nomor Mak/01/VIII/2015 tentang Larangan Melakukan Penimbunan atau Penyimpanan Pangan dan Barang Kebutuhan Pokok.

Badrodin menjelaskan, latar belakang diterbitkannya maklumat itu yakni karena banyaknya kasus-kasus penimbunan bahan pangan akhir-akhir ini, yang menyebabkan sejumlah komoditas mengalami kelangkaan serta lonjakan harga yang cukup tinggi. Terakhir, polisi berhasil menemukan lokasi penimbunan daging sapi yang cukup besar.

Namun yang menjadi pertanyaan selanjutnya, seberapa efektifkah maklumat itu menjerat atau paling tidak dapat mencegah praktik-praktik penimbunan yang dilakukan oleh oknum nakal? Menjawab pertanyaan ini, Pengamat Pangan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori mengatakan sebenarnya landasan hukum di Indonesia sudah ada.

"Yakni UU (Undang-Undang) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, dan UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Kemudian keluar Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting," kata Khudori saat dihubungi Harian Terbit, Senin (24/8/2015).

Khudori mengatakan bahwa memang di dalam UU Pangan dan UU Perdagangan belum ada definisi penimbunan secara spesifik. Namun hal tersebut sudah terjawab dalam Perpres No.71/2015. Dia lantas menilai, sepertinya maklumat yang dikeluarkan oleh Kapolri tersebut hanya untuk memberi penegasan kepada para jajarannya.

"Karena sebetulnya kalau kita menengok ke belakang, kan banyak dugaan mafia atau kartel pangan. Tapi sampai hari ini belum ada yang bisa diseret ke pengadilan. Tempo hari memang belum ada payung hukum untuk melakukan tindakan hukum. Tapi sekarang sudah ada aturan yang lebih operasional atau lebih teknis," ujarnya.

Menjawab pertanyaan dapat berlaku efektifkah maklumat tersebut, Khudori mengaku hanya bisa berharap kepada aparat yang berwenang, untuk dapat menindak tegas para oknum mafia pangan yang bermain, jika mereka benar-benar ada. Sehingga tidak lagi hanya menjadi isu, dan malah rakyat kecil yang justru semakin menderita akibat kisruh pangan.

Ia menambahkan, kartel atau mafia pangan ini lebih berbahaya dibandingkan korupsi karena dampak yang dihasilkan dari upaya tersebut akan langsung berdampak terhadap daya beli masyarakat.

"Ya mudah-mudahan begitu (mafia pangan bisa diberantas) dan dihukum berat. Bayangkan ini pemerintahan yang baru setahun, tapi sudah dirundung banyak kisruh pangan. Mulai dari beras, cabai, daging sapi, daging ayam. Lalu nanti bulan-bulan berikutnya ada apa lagi," sesal dia.

0 komentar:

Posting Komentar