Jumat, 27 Maret 2015

PP Nomor 11 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP

Jalur  - Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dinilai tidak logis lantaran membuat beban biaya tinggi pengadaan BBM di dalam negeri.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik, Sofyano Zakaria menegaskan bahwa peraturan tersebut berdampak terhadap harga BBM di tingkat konsumen. Sebab itu, dia meminta Menteri ESDM Sudirman Said berkoordinasi dengan Menteri Jonan dan kementerian terkait merevisi aturan kontroversial ini. Pasalnya, beleid tersebut menggolongkan bahan bakar minyak (BBM) sebagai barang berbahaya

"Pemerintah perlu segera merevisi aturan tersebut dengan menetapkan BBM dikecualikan dari katagori barang berbahaya. Jika tidak maka Menteri Perhubungan Ignatius Jonan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen)," ujar Sofyan kepada wartawan, Jumat (27/3).

Menurutnya, dalam aturan itu BBM digolongkan barang berbahaya selain itu dipungut biaya pengawasan bongkar muat pengangkutan. Dia juga menyatakan keheranannya lantaran dalam aturan tersebut memuat terkait tarif untuk jenis pengawasan bongkar atau muat barang berbahaya. Adapun biaya pengawasan BBM dalam PP No. 11/2015 ditetapkan sebesar Rp.25.000 per kilogram (kg).

Sofyano merincikan, apabila harga BBM jenis solar nonsubsidi di konversi dari liter ke kg maka hasilnya sekitar Rp9.600 per kg. Sementara, lanjut dia, tarif pengawasan yang dikenakan menurut aturan itu adalah sebesar Rp25.000 per kilogram.

"Jadi biaya pengawasannya sangat tinggi ketimbangan harga BBM itu sendiri. Ini teramat sangat aneh," ujarnya.

Dikatakannya, aturan tersebut sangat tidak logis justru membuat beban biaya tinggi dalam pengadaan BBM di dalam negeri. Alhasil berpengaruh terhadap harga BBM di tingkat konsumen.

"Harga BBM akan menjadi termahal di dunia karena harus dibebani dengan biaya tambahan berupa biaya pengawasan sebesar Rp25.000 per kg.  Negara ini bisa lumpuh dan kolaps," ucapnya.

Ketua Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika mengatakan, PP No. 11/2015 yang baru dikeluarkan sangat menyesatkan dan memberatkan rakyat karena memasukan BBM dalam kategori barang berbahaya.

"Apabila dianggap berbahaya maka seharusnya Pemerintah melarang pemakaian BBM. Masalah ini selain akan membebani masyarakat sebab akan mendorong naiknya harga BBM karena dikenakan pungutan tambahan juga dapat dikategorikan memberikan kebohongan publik hanya sekedar untuk dapat memungut dana dari masyarakat," tegasnya.

Menurut Kardaya, mestinya Menteri ESDM meminta pembatalan penerapan PP ini khususnya untuk BBM. "Itulah fungsinya Menteri ESDM. Kalau tidak maka tidak perlu ada Menteri ESDM dan MESDM saat ini bisa dikatakan mengerjakan semuanya kecuali bidang tugasnya," pungkasnya. sumber:pedomannews

0 komentar:

Posting Komentar