Senin, 05 Januari 2015

CABUT REMISI BAGI KORUPTOR!

Jalur - Indonesia Corruption Watch (ICW) menegaskan terpidana korupsi tidak berhak menerima remisi. Kepala Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW, Emerson Yuntho, menegaskan pengadilan bisa mencantumkan dalam putusan berupa pencabutan remisi bagi koruptor.

Dasar hukum pencabutan remisi itu ialah Pasal 18 ayat 1 huruf d UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

''Selain pidana penjara dan uang pengganti, pencabutan hak-hak terpidana korupsi untuk mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat bisa dilakukan. Itu tertuang di Pasal 18 ayat 1 huruf d UU Nomor 20 Tahun 2001,'' beber Emerson kepada Media Indonesia di Jakarta, kemarin.

Emerson menyatakan para hakim tidak perlu ragu-ragu mencantumkan dalam putusan berupa pencabutan hak remisi bagi terpidana korupsi.

''Kecuali, terpidana korupsi itu menjadi justice collaborator dalam membongkar kasus korupsi lainnya,'' lanjutnya.

Ia menambahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung juga bisa proaktif dengan cara mengajukan penuntutan pembatasan remisi terhadap terdakwa korupsi. “Jadi, bukan hanya hakim yang bertindak proaktif,†ujarnya.

Aktivis antikorupsi itu juga menyinggung perihal Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Pemberian Remisi dan Pembebasan Bersyarat. Disebutkannya, remisi bagi narapidana kasus kejahatan luar biasa seperti korupsi, narkoba, dan terorisme diperketat dengan sejumlah syarat.

''Namun, PP 99 malah ditumpulkan pelaksanaannya lewat Surat Edaran (SE) Nomor M.HH-04.PK.01.05.06 Tahun 2013. Pemerintah harus mencabut SE itu. Pemerintah juga wajib mendukung agar hakim mencantumkan dalam putusan berupa pencabutan hak Pakar hukum pidana Achyar Salmi mengatakan pencabutan hak remisi bagi terdawa korupsi dalam putusan hakim di pengadilan merupakan terobosan baru pengadilan.''

Ia menunggu para hakim dari pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) merealisasikan hal tersebut.

''Jika sudah diterapkan hakim pengadilan tipikor, itu bisa menjadi yurisprudensi atau sumber hukum selanjutnya yang akan digunakan dalam pengadilan,'' tutur Achyar saat berbincang-bincang dengan Media Indonesia.

Ia menambahkan, aturan tersebut perlu dipermanenkan dalam bentuk undang-undang.

''Supaya bisa mengikat, lebih baik pengaturan pencabutan pemberian remisi dalam putusan pengadilan tercantum dalam undang-undang,'' tandas Achyar.

Di sisi lain, Kejaksaan Agung ingin secepatnya mengeksekusi mati empat terpidana narkoba. Kejaksaan Agung juga tidak ingin menggantung status hukum dua terpidana mati pembunuhan berencana yang sebelumnya dinyatakan sudah siap dieksekusi.

Jaksa Agung HM Prasetyo menuturkan, selain masih menunggu hasil pengajuan peninjauan kembali (PK) dari terpidana, pihaknya masih menunggu surat edaran Mahkamah Agung (SEMA) dan peraturan Mahkamah Agung (perma) tentang pengajuan PK yang lebih dari satu kali.
sumber:frd (cob)

0 komentar:

Posting Komentar