Jakarta - Pemerintah dan PT Freeport Indonesia segera menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) amandemen kontrak pertambangan, dalam waktu dekat. Hal ini menyusul tercapainya kesepakatan renegosiasi kontrak karya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) R Sukhyar mengatakan pada MoU yang akan ditandatangani itu tercantum kepastian investasi bagi Freeport setelah berakhirnya kontrak di 2021. Hanya saja kepastian itu bukanlah dalam bentuk perpanjangan kontrak.
"Di dalam draf MoU itu kami buat persyaratan-persyaratan yang mereka harus penuhi. Artinya kalau persyaratan sudah disepakati dan dievaluasi pemerintah maka itu dipertimbangkan untuk diperpanjang (izin pertambangannya)," kata Sukhyar di Jakarta, Senin (07/07).
Sukhyar menjelaskan pemberian perpanjangan kontrak bukanlah wewenang pemerintahan saat ini. Pasalnya permohonan perpanjangan kontrak diajukan paling cepat dua tahun sebelum masa berakhir. Lagi pula, dia menyebut tidak ada lagi bentuk kontrak karya melainkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) apabila Freeport diberi kesempatan melakukan kegiatan pertambangan.
"Keberlanjutan operasi tetap pemerintahan yang akan datang yang memberikan kepastian. Tapi, jangan sampai keputusan sekarang ini menyandera pemerintahan nanti," ujarnya.
Lebih lanjut Sukhyar menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi Freeport agar pemerintahan mendatang memberi pertimbangan kelanjutan operasi. Persyaratan itu antara lain terwujudnya pabrik pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri (smelter). Rencananya smelter itu akan dibangun di Gresik, Jawa Timur dengan kapasitas 400 ribu ton copper katode .