Nasional, Lolong, Padek - Gerakan masyarakat sipil di Padang bersatu untuk mengawal pemilu dari praktik curang, culas dan kotor. Selain memantau pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan ini tetap bersih dan berkualitas, gerakan ini juga mengkampanyekan antipolitisi busuk.
Gerakan itu dideklarasikan Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar (KMSS) bertajuk ”Pemilu Bersih tanpa Politik Uang” di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, kemarin.
Semua elemen masyarakat sipil menyatakan siap memerangi praktik-praktik kotor, seperti jual-beli suara dan politik uang yang selalu dimainkan para calon legislatif untuk meraup suara secara instan tanpa harus turun ke lapangan.
Gerakan yang diprakarsai ICW dan LBH Padang ini, diikuti aktivis lintas NGO (Pusako FH Unand, PBHI, LBH Pers, Walhi, Perkumpulan Qbar, PAHAM, LAM & PK dan UKM PHP Unand), Komnas HAM Sumbar, akademisi, pers dan mahasiswa.
Pendeklarasian itu sebagai bentuk kepedulian terhadap pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) yang Jujur dan Adil (Jurdil) pada 9 April mendatang. Sebelum pembacaan ikrar deklarasi, peserta deklarasi yang hadir membubuh tanda tangan penolakan terhadap politik uang dan politisi busuk. Setelah itu, disusul testimoni tokoh dan perwakilan unsur masyarakat terhadap wajah demokrasi Indonesia saat ini.
Sejarawan Prof Mestika Zed mengajak seluruh kalangan masyarakat sipil, peduli dengan nasib daerah dan bangsa dengan memilih calon pejabat publik di legislatif yang berintegritas dan berkualitas.
“Jika awalnya saja sudah kotor bagaimana setelah dia (caleg, red) duduk nanti. Inilah yang perlu kita kawal bersama-sama,” tegas Mestika Zed saat memberi testimoninya di hadapan puluhan masyarakat sipil di Kantor LBH Padang, kemarin.
Dia mengaku prihatin terhadap cara berdemokrasi bangsa ini yang selalu membodohi masyarakat dengan berbagai cara-cara transaksional. Ini sama saja mencederai sistem demokrasi itu sendiri.
”Saat ini, masyarakat rindu kepada Pemilu tahun 1955, yang pada masa itu termasuk pemilu yang bersih. Bahkan, bangsa Indonesia juga sudah mampu mengirim bantuan ke India meski dalam kondisi yang serbasusah,” tuturnya.
Pengamat politik dari Unand, Dr Asrinaldi menegaskan, ada beberapa penyebab money politic (politik uang) terjadi.
Di antaranya, kegagalan partai politik melaksanakan fungsinya melakukan pembinaan terhadap kadernya, tidak berlangsungnya pendidikan politik pada masyarakat sehingga membuat kesadaran politik masyarakat rendah.
Untuk mencegahnya, dibutuhkan integritas dan kompetensi untuk menjadi politisi baik. Di samping itu, memperbaiki substansi UU Pelaksanaan Pemilu untuk menciptakan seleksi ketat terhadap calon yang akan maju nantinya.
“Masalah kronis demokrasi kita saat ini, politik uang kerap kali menyertai pemilu. Politik uang sering jadi jalan pintas untuk membeli suara individu masyarakat. Akibatnya, demokrasi bangsa saat ini sudah dikuasai “bandit-bandit” politik,” tegasnya.
Untuk menciptakan pemilu yang bersih dan jauh dari KKN, dibutuhkan peran serta dan pengawasan dari masyarakat. Agar praktik kotor tersebut bisa dihentikan. Karena sudah tidak zamannya lagi untuk menjadikan uang segala-galanya untuk memuluskan ambisi. “Jadi politisi itu sebenarnya tidak hanya mengandalkan uang, melainkan kompetensi diri. Bagaimana mungkin seorang calon tidak mempunyai wawasan bisa untuk memperjuangkan hak-hak dari masyarakat,” sebut aktivis ICW, Donal Fariz.
Donal Fariz menegaskan, karut marut demokrasi negeri ini diakibatkan lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran pemilu. Semua rambu-rambu telah dibuat agar pemilu berjalan jurdil, kenyataannya pelanggaran tetap saja berlangsung.
Komisioner KPU Sumbar, Nova Indra tidak menampik ada persoalan integritas petugas penyelenggaraan pemilu yang menjadi perhatian mereka. ”Untuk tingkat petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), kami masih bisa menjamin integritasnya. Nah, integritas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tingkat TPS ini yang perlu kita awasi betul,” tegas Nova Indra.
“Saat ini ada sekitar 9.000 caleg di Sumbar. Namun, siapa yang berhak untuk duduk nantinya, itu sangat bergantung kepada sejauh mana masyarakat mengenalnya. Kami siap bergandeng tangan dengan masyarakat sipil untuk memantau Pemilu 2014,” aku Nova Indra sembari mengatakan KPU Sumbar telah bekerja sama dengan LBH Padang dalam pemantauan pemilu itu.
Pemred Padang Ekspres, Nashrian Bahzein dalam testimoninya menuturkan, orang-orang baik yang merindukan bangsa ini besar, harus mengambil alih lembaga-lembaga demokrasi di pusat hingga daerah setelah dibajak orang-orang nonreformis. Caranya? “Pemilu inilah ajang pembalasannya. Kita harus menjaga ingatan dan akal sehat untuk menelisik rekam jejak para caleg. Jangan pilih caleg incumbent yang selama menjadi anggota dewan, tidak berbuat apa-apa,” katanya.
“Perubahan iklim demokrasi ini, tidak bisa kita biarkan kepada pemerintah dan politisi, tapi harus diambil perannya oleh kaum terdidik dan kelas menengah daerah ini,” tegasnya.
Direktur LBH Pers Ronny Saputra menegaskan, salah satu sumber masalah dalam setiap perhelatan pesta demokrasi ini, adalah penyelenggara pemilu itu sendiri. “Karena itu, KPU dan Bawaslu perlu juga kita kontrol,” tegas Ronny.
Komisioner Komnas HAM Sumbar, Sultanul Arifin juga menyatakan sikap menolak caleg-caleg pelanggar HAM.
Buka Posko
Untuk mengawal terciptanya pemilu yang bersih, LBH Padang membuka posko pengaduan masyarakat. Dengan adanya posko tersebut, masyarakat bisa melaporkan pelanggaran-pelanggaran yang ditemui pada pelaksana pemilu nanti. Selain itu, juga akan membentuk advokasi hukum dengan melibatkan berbagai advokad untuk menggiring pelanggaran Pemilu ke ranah pidana atau pun perdata.
“LBH juga akan menurunkan tim pemantau Pemilu di sembilan daerah yang ada di Sumbar. Ini karena sumber daya manusia kita terbatas.Tapi yang jelas kita akan sediakan perangkat, yang bisa diakses oleh masyarakat luas terkait laporan-laporan yang kita terima nantinya,” tegas Direktur Eksekutif LBH Padang Vino Oktavia. Slogan kampanye antipolitisi busuk kali ini, KMSS menyerukan masyarakat, “tolak uangnya, laporkan calegnya.”