Selasa, 01 September 2020

STRATEGI PEMBANGUNAN PERTAHANAN & KEAMANAN UNTUK MENEGAKKAN KEDAULATAN NASIONAL

 

1. Pendahuluan

Indon-41Pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan telah menunjukkan kemajuan meskipun masih mengandung kelemahan. Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) masih cenderung lemah, antara lain, karena digunakan sebagai alat kekuasaan pada masa lalu; rasa aman dan ketenteraman masyarakat berkurang; meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban; serta terjadinya kerusuhan massal dan berbagai pelanggaran hukum serta pelanggaran hak asasi manusia.

Kurang mantapnya formulasi dan persepsi peran TNI pada masa lalu dalam menghadapi ancaman yang datang dari luar negeri menyebabkan terjadinya penonjolan peran Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagai kekuatan sosial politik yang berimplikasi pada melemahnya peran TNI sebagai kekuatan pertahanan dan menurunnya tingkat profesionalitas TNI sehingga kemampuan nyata menjadi rendah; efek penangkalan sangat lemah dan timpangnya komposisi pengembangan kekuatan personil TNI serta alat utama sistem senjata (alutsista) TNI dikaitkan dengan konfigurasi geostrategis wilayah Indonesia. Keterlibatan TNI yang terlalu jauh dalam tugas-tugas keamanan dalam negeri serta keamanan dan ketertiban masyarakat berakibat pada terdistorsinya peran dan fungsi Polri sehingga berakibat kurang menguntungkan bagi profesionalitas Polri dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kriminal serta berkurangnya jaminan rasa keamanan dan ketenteraman masyarakat.

Sistem pertahanan dan keamanan Indonesia mengalami transformasi yang cukup substansial. TNI sebagai kekuatan inti dalam sistem pertahanan negara dan Polri sebagai kekuatan fungsi keamanan dan ketertiban masyarakat mengalami perubahan paradigma secara mendasar. TNI dan Polri tidak lagi melaksanakan dwifungsi (fungsi pertahanan keamanan dan fungsi sosial politik) sehingga tidak lagi terlibat politik praktis. Untuk mencapai tujuan dari perubahan sistem pertahanan negara dan keamanan negara yang menganut dwifungsi menjadi sistem pertahanan dan keamanan negara yang profesional, pelaksanaannya dijabarkan dalam dua bagian, yaitu pertahanan dan keamanan. Pemisahan masalah-masalah pertahanan dan keamanan dilakukan agar terpetakan secara jelas tugas, tanggung jawab, dan fungsi masing-masing institusi yang terlibat di dalamnya.

Pembangunan bidang pertahanan dan keamanan masih dihadapkan pada permasalahan yang cukup berat terutama dalam hal pemulihan kredibilitas serta citra baik TNI dan Polri, baik di dalam maupun di luar negeri. Sebagai institusi pertahanan negara, TNI harus mampu menjangkau seluruh luas wilayah kepulauan Indonesia dengan kondisi geostrategis yang berat. Padahal, kuantitas maupun kualitas personil maupun alat utama dan sistem senjata TNI sangat tidak memadai, sedangkan Polri sebagai penegak hukum yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, harus mampu menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan menjalankan peran dan fungsinya dengan baik, diharapkan TNI sebagai kekuatan inti pertahanan negara dan Polri sebagai pelaksana inti penegak hukum mampu berperanan utama dalam menjaga persatuan dan kesatuan.

2. Permasalahan

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan bidang pertahanan dan keamanan relatif hampir sama dari tahun ke tahun, meskipun dengan tingkatan yang berbeda-beda. Di samping permasalahan yang sifatnya sistemik dalam arti sangat mendasar serta memerlukan waktu dan sumber daya yang sangat besar untuk memecahkannya, terdapat juga permasalahan yang sifatnya insidental yang relatif dapat segera diatasi. Beberapa permasalahan yang berhasil dirumuskan diantaranya adalah :

a. Belum Selarasnya Landasan Hukum Strategi Hankam

Makin variatifnya potensi ancaman keamanan, maka menuntut diperlukannya pengelolaan keamanan nasional secara lebih integratif, efektif, dan efisien, diantaranya dengan peningkatan kemampuan dan peran lembaga-lembaga keamanan. Belum tuntas dan masih terbatasnya kerja sama antar institusi menjadikan pentingnya sebuah kerangka kebijakan yang mampu mengintegrasikan berbagai kebijakan pertahanan dan keamanan nasional yang sudah ada. Kerangka kebijakan tersebut bersifat memayungi berbagai kebijakan pertahanan dan keamanan yang telah ada sebelumnya dan tidak bertentangan dengan perundang-undangan diatasnya.

b. Terbatasnya Sumber Daya Pertahanan dan Keamanan

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan bidang pertahanan dan keamanan relatif hampir sama dari tahun ke tahun, meskipun dengan tingkatan yang berbeda-beda. Di samping permasalahan yang sifatnya sistemik dalam arti sangat mendasar serta memerlukan waktu dan sumber daya yang sangat besar untuk memecahkannya, terdapat juga permasalahan yang sifatnya insidental yang relatif dapat segera diatasi.

Beberapa permasalahan yang berhasil dirumuskan diantaranya adalah kesenjangan postur dan pertahanan negara; penurunan efek penggentar pertahanan yang diakibatkan ketertinggalan teknologi dan usia teknis yang tua; wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar) yang masih rawan dan berpotensi untuk terjadinya pelanggaran batas wilayah dan gangguan keamanan; sumbangan industri pertahanan yang belum optimal; gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di wilayah yurisdiksi NKRI; keamanan dan keselamatan pelayaran di Selat Malaka dan ALKI; terorisme yang masih memerlukan kewaspadaan yang tinggi; intensitas kejahatan yang tetap tinggi dan semakin bervariasi; tren kejahatan serius (serious crime) yang semakin meningkat dan bersifat seperti gunung es; keselamatan masyarakat yang semakin menuntut perhatian; penanganan dan penyelesaian perkara yang belum menyeluruh; kesenjangan kepercayaan masyarakat terhadap polisi; penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba; keamanan informasi negara yang masih lemah; deteksi dini yang masih belum memadai; serta kesenjangan kapasitas lembaga penyusun kebijakan pertahanan dan keamanan negara.

Efek penggentar (detterent effect) yang salah satu ukurannya adalah kepemilikan alutsista, baik secara kuantitas maupun kualitas (teknologi), merupakan permasalahan yang dihadapi oleh TNI yang tidak kunjung terselesaikan. Efek penggentar TNI AD yang dicerminkan dari munisi dan kendaraan tempur, helikopter, dan alat angkut air jumlahnya terbatas dengan usia teknis relatif tua dengan rata-rata kesiapan 60—65 persen. Efek penggentar TNI AL yang dicerminkan oleh kapal Republik Indonesia (KRI), pesawat patroli, dan kendaraan tempur marinir, selain jumlahnya yang terbatas dan usia pakai yang relatif tua dengan kesiapan antara 33–65 persen akan menghadapi kesulitan penggantian dan pengembangan alutsistanya.
Sementara itu, efek penggentar TNI AU yang dicerminkan oleh pesawat tempur, pesawat angkut, pesawat heli, pesawat latih, dan radar, selain dihadapkan pada rendahnya tingkat kesiapan terbang (bukan kesiapan tempur) yang hanya 38,15–75 persen, juga dihadapkan pada jumlah pesawat kedaluwarsa yang jumlahnya cukup signifikan. Apabila dibandingkan dengan alutsista negaranegara kawasan Asia Tenggara, alutsista TNI relatif masih lebih banyak jumlahnya. Namun, rendahnya kemampuan melakukan upaya modernisasi dibandingkan dengan negara seperti Malaysia dan Singapura, menyebabkan alutsista TNI dalam beberapa hal kurang menimbulkan efek penggentar bagi militer asing.

Belum tercapainya postur pertahanan pada skala minimum essential force berpengaruh secara signifikan terhadap pertahanan negara. Kesiapan kekuatan ketiga matra yang rata-rata baru mencapai 64,68 persen dari yang dibutuhkan pada saat ini merupakan risiko bagi upaya pertahanan negara yang sampai saat ini masih sering menghadapi berbagai tantangan, terutama pelanggaran wilayah perbatasan darat, penerbangan gelap pesawat militer atau pesawat nonmiliter asing, atau upaya-upaya penguasaan pulau-pulau kecil terluar oleh negara lain.

c. Masih Rendahnya Partisipasi Masyarakat dalam Sistem Hankam

Pelaksanaan fungsi pertahanan negara merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa dan negara. Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan komponen utama yang didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Komponen cadangan adalah warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional. Sedangkan dalam pelaksanaan fungsi keamanan, masyarakat dapat berpartisipasi dalam pencegahan tindak kejahatan dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Namun partisipasi warga negara atau masyarakat sebagai bagian dari sistem pertahanan dan keamanan belum dapat diterapkan atau berjalan dengan baik, sehingga pelaksanaan fungsi pertahanan dan keamanan belum sepenuhnya mengintegrasikan peran serta atau partisipasi masyarakat. Sebagaimana tujuan sistem pertahanan dan keamanan negara, masyarakat dapat berperan serta ikut menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan dari ancaman. Ancaman tersebut bersifat militer dan non-militer, bersifat internal maupun eksternal, fisik dan non-fisik serta berifat multi- dimensional, meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.

3. Tujuan dan Sasaran

Sasaran pembangunan bidang pertahanan dan keamanan yang diharapkan adalah peningkatan kemampuan pertahanan negara dan kondisi keamanan dalam negeri yang kondusif, sehingga aktivitas masyarakat dan dunia usaha dapat berlangsung dengan aman dan nyaman. Untuk mencapai sasaran tersebut, pembangunan bidang pertahanan dan keamanan diprioritaskan pada : (a) Peningkatan kemampuan pertahanan menuju minimum essential force; (b) Pemberdayaan industri pertahanan nasional; (c) Pencegahan dan penanggulangan gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di laut (illegal fishing dan illegal logging); (d) Peningkatan rasa aman dan ketertiban masyarakat; (e) Modernisasi deteksi dini keamanan nasional; dan (f) Peningkatan kualitas kebijakan keamanan nasional.

Terlaksananya keenam prioritas tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya penggentar sistem pertahanan Indonesia, meningkatkan kemandirian alutsista TNI dan alat utama Polri, meningkatkan kekayaan negara, masyarakat dan dunia usaha dapat beraktivitas secara aman dan nyaman, meningkatkan keamanan dalam negeri, dan meningkatkan efektivitas pengelolaan keamanan nasional.

Kondisi keamanan nasional saat ini relatif aman dan dinamis. Ancaman keamanan nasional yang mengarah pada terganggunya pertahanan negara tidak sampai membahayakan kewibawaan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pandangan negatif internasional terhadap kasus pelanggaran HAM oleh oknum TNI/Polri dapat diredam dengan baik seiring dengan pemberian sanksi yang tegas bagi pelakunya. Dari aspek penciptaan keamanan dan ketertiban masyarakat, berbagai keberhasilan menangani aksi-aksi terorisme, aksi-aksi perampokan, aksi-aksi premanisme, dan aksi-aksi kriminal lainnya semakin memberikan rasa aman di masyarakat, terutama dunia investasi. Hal ini dibuktikan realisasi investasi baik PMA maupun PMDN cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa keterbatasan sarana prasarana pertahanan dan keamanan masih menjadi salah satu kendala dalam pencapaian sasaran pembangunan bidang pertahanan dan keamanan. Di berbagai wilayah masih ditemukan berbagai gangguan pertahanan dan keamanan baik berupa pelanggaran wilayah maupun tindak kriminal yang apabila tidak diatasi dengan baik berpotensi mendegradasi keamanan dan kenyamanan aktivitas masyakat dan dunia investasi.

4. Arah Kebijakan

Arah kebijakan pembangunan bidang pertahanan dan keamanan pada dasarnya mengacu pada kebijakan pembangunan pertahanan dan keamanan yang tercantum dalam RPJMN 2010 – 2014. Namun demikian berdasarkan kondisi umum, permasalahan, dan sasaran pembangunan, maka diperlukan adanya penekanan prioritas bidang untuk mengantisipasi perkembangan yang mungkin terjadi. Adapun arah kebijakan pembangunan pertahanan dan keamanan adalah :

a. Meneruskan upaya modernisasi alutsista serta penggantian alutsista yang umur teknisnya sudah tua, bahkan sudah tidak dapat dioperasionalkan lagi, dan membahayakan keselamatan prajurit;
b. Melanjutkan peningkatan profesionalisme prajurit, yang diiringi dengan peningkatan kesejahteraan prajurit, diantaranya melalui pemberian insentif kepemilikan rumah, tunjangan khusus operasi;
c. Menuntaskan payung hukum percepatan pembentukan komponen bela negara;
d. Melanjutkan peningkatan kualitas dan kuantitas pos pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar) beserta penggelaran personilnya;
e. Melanjutkan upaya pendayagunaan industri pertahanan nasional bagi kemandirian pertahanan, melalui penyusunan cetak biru beserta road map, peningkatan penelitian dan pengembangan, serta dukungan pendanaannya;
f. Intensifikasi dan ekstensifikasi patroli keamanan laut dengan pembentukan Badan Keamanan Laut (Bakamla) atau Indonesian Coast Guard, yang didukung oleh efektifitas komando dan pengendalian;
g. Melanjutkan upaya pemantapan tata kelola pencegahan dan penanggulangan tindak terorisme serta pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan tindak terorisme;
h. Melanjutkan program “Quick Win” oleh Polri sampai ke tingkat Polres di seluruh wilayah NKRI;
i. Peningkatan kapasitas SDM dan modernisasi teknologi kepolisian sebagai bagian penerapan reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia;
j. Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kepolisian;
k. Melanjutkan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi pencegahan penyalahgunaan narkotika, penyediaan fasilitas terapi dan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan Narkotika yang terjangkau seluruh lapisan masyarakat, dan pemberantasan jaringan narkotika;
l. Peningkatan kompetensi SDM intelijen yang didukung dengan modernisasi teknologi intelijen dan koordinasi intelijen yang kuat;
m. Melanjutkan upaya pemantapan Sistem Persandian Nasional (Sisdina) dan perluasan cakupan Sisdina terutama untuk wilayah NKRI dan perwakilan RI di negara-negara tertentu;
n. Peningkatan kapasitas dan keserasian lembaga penyusun kebijakan pertahanan keamanan negara.

5. Konsep dan Strategi Pembangunan Hankam

Pembangunan pertahanan dan keamanan terutama ditujukan untuk menegakkan kedaulatan negara, menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menjaga keselamatan segenap bangsa dari ancaman militer dan nonmiliter, meningkatkan rasa aman dan nyaman beraktivitas, tetap tertib dan tegaknya hukum di masyarakat, serta untuk memastikan kondisi keamanan dan kenyamanan sebagai jaminan kondusifnya iklim investasi.

Secara umum pembangunan pertahanan dan keamanan telah menghasilkan kekuatan pertahanan negara pada tingkat penangkalan yang mampu menindak dan menanggulangi ancaman yang datang, baik dari dalam maupun dari luar negeri profesionalitas aparat keamanan meningkat sehingga pencitraan dan pelayanan terhadap masyarakat semakin dirasakan, serta berbagai ancaman dapat diredam berkat kesiapsiagaan dukungan informasi dan intelijen yang semakin membaik.

Namun, akibat keterbatasan keuangan negara banyak program dan kegiatan pembangunan bidang pertahanan dan keamanan yang tidak tercapai secara optimal. Dapat dicontohkan di sini, upaya pemenuhan kekuatan pertahanan negara pada tingkat kekuatan pokok minimal (minimum essential force) belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan negara baru menghasilkan postur pertahanan negara dengan kekuatan terbatas (dibawah Standard Deterence). Dalam hal pencapaian profesionalisme aparat keamanan, banyak kendala yang dihadapi sehingga sampai saat ini lembaga kepolisian belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan dan tuntutan masyarakat yang berpengaruh pula terhadap pencitraan. Di samping itu, kondisi wilayah yang sangat luas, baik daratan maupun perairan, jumlah penduduk yang banyak dan nilai kekayaan nasional yang harus dijamin keamanannya dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadikan tantangan tugas dan tanggung jawab bidang pertahanan dan keamanan menjadi sangat berat.

Untuk menerapkan kebijakan yang telah dirumuskan, maka dibutuhkan beberapa strategi yang relevan dengan kebutuhan, sehingga diharapkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat tercapai. Untuk melaksanakan pembangunan pertahanan dan keamanan dibutuhkan beberapa strategi yang mencakup :

a. Menyelaraskan Landasan Hukum Hankam

Upaya pertahanan dan keamanan negara sesuai dengan amanat UUD 1945 dilaksanakan dengan Sishankamrata. Amanat ini telah diupayakan pengembangannya melalui berbagai upaya pembangunan komponen-komponen sistemnya, namun belum menggambarkan perkembangan sistem tersebut sesuai dengan kebutuhan masa depan. Sishankamrata yang sebelumnya telah diupayakan penataannya, sejak amandemen UUD 1945 sampai sekarang belum ditata kembali secara menyeluruh kedalam berbagai peraturan perundang-undangan. Penataan baru sebatas pada kekuatan utama yaitu UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI, UU No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara RI dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. Sedangkan tentang rakyat sebagai kekuatan pendukung sama sekali belum dijabarkan. UU No. 27 Tahun 1997 tentang Mobilisasi dan Demobilisasi yang telah ada perlu disesuaikan kembali karena dasar yang digunakan sudah berbeda.

Dalam rangka rencana pembangunan Sishankamrata, maka perlu dilakukan penyempurnaan perangkat perundang-undangan hankamneg dengan melibatkan berbagai instansi yang terkait, didahului dengan kajian, uji coba dan sosialisasi konsep. Sebagai konsekuensi logis dari jabaran sistem tersebut, maka telah selesai dilaksanakan pemisahan TNI dengan Polri dan No 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Penataan selanjutnya baru pada tahap penjabaran Peraturan Pemerintah sebagai aturan pelaksanaan dari UU yang bersangkutan. Sejalan dengan itu juga telah berkembang gagasan untuk menyusun UU tentang Keamanan Nasional (National Security Act), yang substansinya dapat menampung setiap upaya pertahanan dan keamanan negara dengan Sishankamrata. Konsep UU tersebut tentunya harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada serta tidak bertentangan dengan peraturan diatasnya.

b. Memenuhi Kebutuhan Sumber Daya Hankam

Kebijakan hankam adalah meningkatkan postur MEF (minimum essential force) sebesar 43,67 persen sampai dengan tahun 2014. Sedangkan sisanya akan dilaksanakan pada dua periode pembangunan yang akan datang. Oleh karena itu dengan mengingat keterbatasan anggaran negara, maka prioritas pembangunan pertahanan dilaksanakan melalui modernisasi alutsista TNI/Alut Polri secara terbatas baik melalui penggantian, up grading, maupun perbaikan alutsista TNI/ Alut Polri untuk mempertahankan usia pakainya. Sementara itu, untuk menciptakan profesionalisme TNI/ Polri salah satunya dilakukan dengan meningkatkan kesejahteraan personil TNI/ Polri. Upaya ini dilakukan dengan pemberian jaminan pemeliharaan kesehatan, santunan asuransi, program KPR, pemberian santunan risiko kematian khusus (SRKK), peningkatan uang lauk pauk (ULP), dan pemberian tunjangan khusus bagi personil yang bertugas pada wilayah kritis seperti perbatasan negara. Dalam rangka mendukung pembentukan postur MEF, peningkatan peran industri pertahanan dalam negeri sangat dibutuhkan, terutama untuk produkproduk militer yang secara teknis mampu diproduksi.

Kesenjangan antara postur dan struktur pertahanan negara dengan kekuatan militer saat ini merupakan risiko yang sangat besar bagi upaya mempertahankan wilayah dan kedaulatan negara. Dengan kondisi keuangan negara yang terbatas, kekuatan pertahanan yang memungkinkan dibangun adalah minimum essential force (MEF) yang dijadikan prioritas pembangunan pertahanan dalam rangka menghadapi perkembangan lingkungan strategis negara, ancaman nyata yang dihadapi, serta doktrin pertahanan yang dianut oleh TNI. Upaya membangun postur pertahanan dalam skala kekuatan tidak mudah diwujudkan apabila melihat kondisi alutsista saat ini. Dengan jumlah alutsista TNI yang relatif masih kurang, serta sebagian besar alutsista TNI telah mengalami penurunan efek penggentar dan bahkan penurunan daya tembak yang sangat drastis sebagai akibat usia teknis yang tua dan ketertinggalan teknologi, akan membutuhkan dana yang sangat besar. Di samping pembangunan Alutsista TNI, pengembangan postur dan struktur pertahanan negara dilakukan dengan membentuk prajurit TNI yang profesional serta mampu mengikuti perkembangan teknologi militer dan keadaan lingkungan masa kini.

c. Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Sistem Hankam

Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 menegaskan, bahwa pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan (Pasal 5). Sedangkan yang dimaksud dengan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pertahanan, bahwa ancaman terhadap sebagian wilayah merupakan ancaman terhadap seluruh wilayah dan menjadi tanggung jawab segenap bangsa. Merujuk ketentuan tersebut, maka keikutsertaan segenap warga negara dalam upaya pembelaan negara bukan hanya dalam lingkup nasional, tetapi juga dalam lingkungan terdekat di mana kita berdomisili. Artinya menjaga keutuhan wilayah lingkungan kita tidak dapat dipisahkan dari keutuhan wilayah negara secara keseluruhan. Pada dasarnya setiap orang mempunyai kewajiban untuk menjaga keutuhan dan keamanan serta ketertiban wilayah sekitarnya mulai dari lingkungan rumah sendiri, lingkungan masyarakat sekitar, sampai wilayah yang lebih luas.

Adapun bentuk partisipasi warga masyarakat dalam menjaga lingkungannya antara lain melalui kegiatan sistem keamanan lingkungan (Siskamling), ikut serta menanggulangi akibat bencana alam, ikut serta mengatasi kerusuhan masal, dan konflik komunal. Bencana alam terutama banjir tampak telah menjadi bencana nasional, karena hampir seluruh wilayah nusantara terkena bencana tersebut. Oleh karena itu, perlu ada gerakan bersama untuk menguranginya. Misalnya dengan gerakan membuat serapan air dengan teknologi sederhana biopori sebanyak mungkin di lingkungan masing-masing.

Dalam masyarakat kita terdapat organisasi yang berkaitan dengan keselamatan masyarakat yaitu Perlindungan Masyarakat (Linmas). Linmas mempunyai fungsi untuk menanggulangi akibat bencana perang, bencana alam atau bencana lainnya maupun memperkecil akibat malapetaka yang menimbulkan kerugian jiwa dan harta benda. Selain itu terdapat pula organisasi rakyat yang disebut Keamanan Rakyat (Kamra), Perlawanan Rakyat (Wanra), dan Pertahanan Sipil (Hansip). Keamanan rakyat merupakan bentuk partisipasi rakyat langsung dalam bidang keamanan dan ketertiban masyarakat. Sedangkan Wanra merupakan bentuk partisipasi rakyat langsung dalam bidang pertahanan. Kemudian Hansip merupakan kekuatan rakyat yang merupakan kekuatan pokok unsur-unsur perlindungan masyarakat dimanfaatkan dalam menghadapi bencana akibat perang dan bencana alam serta menjadi sumber cadangan nasional untuk menghadapi keadaan luar biasa. Di daerah Bali terdapat lembaga atau organisasi keamanan yang dibentuk berdasarkan adat yang dikenal dengan nama Pecalang. Pecalang memiliki kewibawaan dan sangat berperan dalam menjaga keamanan di lingkungan setempat.

6. Penutup

Pembangunan pertahanan dan keamanan terutama ditujukan untuk menegakkan kedaulatan negara, menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menjaga keselamatan segenap bangsa dari ancaman militer dan nonmiliter, meningkatkan rasa aman dan nyaman beraktivitas, tetap tertib dan tegaknya hukum di masyarakat, serta untuk memastikan kondisi keamanan dan kenyamanan sebagai jaminan kondusifnya iklim investasi.

Secara umum pembangunan pertahanan dan keamanan telah menghasilkan kekuatan pertahanan negara pada tingkat penangkalan yang mampu menindak dan menanggulangi ancaman yang datang, baik dari dalam maupun dari luar negeri, profesionalitas aparat keamanan meningkat sehingga pencitraan dan pelayanan terhadap masyarakat semakin dirasakan, serta berbagai ancaman dapat diredam.

Namun, akibat keterbatasan keuangan negara banyak program dan kegiatan pembangunan bidang pertahanan dan keamanan yang tidak tercapai secara optimal. Upaya pemenuhan kekuatan pertahanan negara pada tingkat kekuatan pokok minimal (minimum essential force) belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan negara baru menghasilkan postur pertahanan negara dengan kekuatan terbatas (dibawah Deterrence Standard). Dalam hal pencapaian profesionalisme aparat keamanan, banyak kendala yang dihadapi sehingga sampai saat ini lembaga kepolisian belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan dan tuntutan masyarakat. Di samping itu, kondisi wilayah yang sangat luas, baik daratan maupun perairan, jumlah penduduk yang banyak dan nilai kekayaan nasional yang harus dijamin keamanannya dalam wadah NKRI menjadikan tantangan tugas dan tanggung jawab bidang pertahanan dan keamanan menjadi sangat berat.

0 komentar:

Posting Komentar